Lidahku begitu naif berkata hanya bahagiamu yang paling penting. Ia bahkan tidak berkompromi dengan satu bagian bernama hati yang memaksa menyangkal dan terus berontak. Otakku pun memihak pada lidah yang masih berharap ucapanku selalu ditepati.
Lantas kini apa yang hati inginkan? Bersamamu? Sudah pasti. Tapi mengganggumu dengan segala perasaan bodohku ini, tidak mungkin. Maaf jika lagi-lagi - setiap malam - rinduku selalu mengetuk jendela kamarmu. Tak pernah henti bertandang sekalipun hanya teronggok teracuhkan di sana.
Semoga saja nasib hatiku tidak seperti tumpukan rindu yang masih menunggu untuk berujung temu.
Ingat, aku tidak pernah menyerah sekalipun.
Indonesia, 27 Juli 2020
Adedelia